Monday, March 31, 2008

Untuk Kawan Tercinta

"Saya belajar, bahwa kalau seseorang tidak memperhatikan saya, bukan berarti dia tidak mencintai saya.."
[Rizqina]

Saya membacanya beberapa waktu lalu sebelum diposting sama yang punya. Saya lalu teringat percakapan romantis, melankolis dan sedikit miris, antara saya dan seorang sahabat. Hari itu saya sudah membuat keputusan yang salah dan reaksi yang merugikan.

Penyebab utamanya adalah status tambahan yang dikenakan pada saya sebagai MAPALA alias Mahasiswa Paling Lama. Peraturan itu saya sebut "wajib pacaran". Kalau diterjemahkan maka kewajiban baru itu memerintahkan saya untuk segera punya pacar sebelum status mahasiswa saya kadaluarsa. Waktu pertama kali diberitahu, tentu saja tidak saya terima karena sama sekali tidak masuk akal. Tapi kalau keseringan dikuliahi tentu hati jadi panas juga. Ada semacam nafsu untuk mendapatkan pengakuan. Apalagi satu persatu teman seangkatan sudah selesai, sementara saya masih tertinggal dengan mata kuliah yang itu-itu saja. Beberapa teman baik, termasuk yang sudah selesai.

Tapi dasar apes. Yang in-proggres ternyata "drunken master". Tingkahnya benar-benar tidak ada positifnya. Makanya, beberapa teman bereaksi keras. Salah satunya, adalah yang memanggilku sore itu ke lapangan basket. Di depan sekelompok orang yang sedang berlatih Karate, kami bercakap:
"Kenapako mau pacaran?"
"Nda ji. Kenapakah? siapa yang mau marah??"
"Tapi kan bisa dengan yang lain"
"Yang mana??"
"Tidak cukup kah saya selama ini?"
Lalu saya menjawab dengan bodohnya.
"Nassami tidak. Ko tidak bisa selalu ada buat saya kan?"
Lalu dia menatapku dengan masygul.

Hari ini saya baru mengerti kata-kata itu. Betapa egoisnya saya sebagai seorang sahabat. Orang lain tidak dilahirkan untuk mengemong kita sepanjang masa, meskipun mereka adalah makhluk sosial. Masing-masing orang sudah punya hidupnya sendiri. Bahkan mereka kadang sangat kelimpungan dengan hidupnya. Jadi kalau ada seorang kawan yang memikirkan hal-hal kecil tentang kita, itu adalah kasih sayang yang paling besar.

Bukankah saya juga tidak ada di sampingnya, ketika ia membawa jenazah ayahnya dari tempat kos ke rumah sakit dengan menggunakan becak. Hanya untuk memastikan, apakah ayahnya sudah meninggal.
Saya juga tidak ada saat dia kelaparan.Ibunya pernah menginap di rumah dan bercerita tentang sakit maagnya. Katanya, anaknya ini tidak pernah sekalipun mengeluh atau meminta uang tambahan. Padahal ibunya tahu, uang yang ia kirim tidak pernah cukup. Kadang ia sangat khawatir putra satu-satunya ini tidak makan dalam sehari. Dan saya tentu tidak selalu bisa ada saat dia meringis karena rasa perih di lambungnya.

Selamanya, kata-kata itu akan menjadi hadiah paling romantis yang diberikan Tuhan dalam hidup saya. Tentang ketulusan tanpa tedeng aling-aling.

[Maafkan saya kawan, karena sudah bersikap begitu egois dan kekanakan. Semoga walimahnya berjalan dengan lancar. I Miss You, all the time]

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home