Tuesday, June 24, 2008

COVER BOTH SIDE IS DEAD!

Taleban's '$100m opium takings'
By Kate Clark BBC News, Afghanistan

The Taleban 'taxes' poppy farmers
The Taleban made an estimated $100m (£50m) in 2007 from Afghan farmers growing poppy for the opium trade, the United Nations says.
Antonio Maria Costa, head of the UN's Office on Drugs and Crime (UNODC), said the money was raised by a 10% tax on farmers in Taleban-controlled areas.
The UN estimates last year's poppy harvest was worth $1bn (£500m).
Mr Costa said the Taleban made even more money from other activities related to the opium trade.
"One is protection to laboratories and the other is that the insurgents offer protection to cargo, moving opium across the border," Mr Costa told the BBC's File on 4 programme.
The final figures for this year's harvest have yet to be released but yield and proceeds are likely to be down due to drought, infestation and a poppy ban enforced in the north and east of Afghanistan.
This would lower revenue, "but not enormously", Mr Costa said.

Stockpiles
The past few years have seen abundant yields from poppy farming, with Afghan farmers cultivating more than the global demand.
"Last year Afghanistan produced about 8,000 tonnes of opium," Mr Costa said.

Nato says Taleban attacks are on the rise
"The world in the past few years has consumed about 4,000 tonnes in opium, this leaves a surplus.
"It is stored somewhere and not with the farmers," he added.
The stockpiles represent hundreds of millions of dollars and it is not known whether they are possessed by traffickers, corrupt Afghan officials and politicians or the Taleban.
British officials say that drugs money funds the Taleban's military operations.
"The closer we look at it, the closer we see the insurgents [are] to the drugs trade," said David Belgrove, head of counter narcotics at the British embassy in Kabul.
"We can say that a lot of their arms and ammunition are being funded directly by the drugs trade."

Thursday, June 19, 2008

Pasrah

...
Maafkan saya, tuhan.
Melindungi diri sendiri saja saya tidak mampu.
Saya serahkan saja keputusannya di tangan-Mu.
Saya tidak memiliki wewenang untuk memberi hukuman. Pun saya tidak akan mampu.
Dan saya sungguh tidak tahu menimbang, hukuman apa yang setimpal.
Hanya Engkau yang tahu, Hanya engkau yang mampu.
Hanya Engkau yang tahu, Hanya engkau yang mampu.

Wednesday, June 18, 2008

My Desk Is A Hurricane

Mejaku selalu ramai.
Persis seperti akhir sebuah kenduri. Campur aduk antara sisa kegembiraan dan hiruk pikuk pesta. Selalu ada kertas yang berseliweran antara meja dan lacinya. Ditambah berbagai macam newsletter yang tumpang tindih. Ada yang nyungsep di bawah telepon, di tepi keyboard, di mesin print, di bawah mouse dan beberapa lagi terselip di antara monitor dan pembatas meja.
Bukan sekali dua kali, saya dapat perhatian karena kekacauan ini. Selalu.
Tapi membereskan sebuah kekacauan butuh energi ekstra dan tenaga besar. Persis, seperti upaya membereskan kekacauan di kampus Unas, Jakarta, selepas aksi tolak kenaikan BBM.
Memilah kertas yang akan dibuang dan file yang akan disimpan sebagai arsip, sama peliknya dengan menyortir pemicu kekerasan dan PJ tindakan anarki di Silang Monas, Jakarta.
Ibaratnya lainnya, menyapu bersih tersangka kasus suap jaksa yang mempopulerkan Artalyta Suryani. Semakin di sapu semakin banyak kotoran dan debu yang kelihatan.
Bicara soal sapu dan bersih-bersih, ada yang bilang, butuh sapu bersih untuk membersihkan kotoran dan gerombolannya. Masalahnya, kan tidak jelas, mana sapu bersih, mana yang kotor. Salah satu tamu tamu di siesta pernah bilang begini, tidak masalah sapunya bersih atau kotor, jangan nunggu bersih karena bakal lammmmmmma. Mulai saja menyapu, tidak peduli itu dengan sapu yang kotor, lambat laun, sapunya bakal ikut bersih juga kok.
Tapi coba, kalau sapunya habis nyemplung ke got, kalau dipake menyapu, yang bersih bukan kotorannya tapi justru malaikatnya. Soalnya, perkiraan saya, malaikat tidak kooperatif dengan baunya. Manusia saja tidak tahan, apalagi malaikat. Ga nahan...HUEK.
Jauh juga ya perjalanan dari meja kerja ke got.
Tapi perjalanan ini harus dihentikan sementara. Karena bosku yang aneh dan baik hati sudah membersihkan tumpukan kertas yang berjejalan di laci mejaku. Dia sepertinya termasuk orang yang berprinsip "kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang kapan lagi???

Thursday, June 12, 2008

Sales Yang Baik versus Perempuan Yang Baik

Sales yang baik kalau ditanya, apakah barang ini bisa tahan lama atau tentang apa saja, dia akan menjawab bisa. Ia akan selalu menjawab bisa, walaupun ragu. Tapi jika ia menjawab mungkin, itu artinya tidak. Dan jika ia menjawab tidak, maka itu berarti ia bukan sales yang baik, dan keesokan harinya, ia bisa saja langsung dipecat.
Lain halnya dengan perempuan yang baik. Jika ia menjawab tidak, Itu artinya mungkin. Jadi kalau ia menolak kencan dengan anda, itu artinya coba lagi. Kalau ia menjawab mungkin, maka itu sudah pasti jawabnya bisa. Kecuali kalau ia selalu menjawab bisa untuk semua permintaan, itu artinya dia bukan perempuan baik-baik.
Setuju atau tidak?

(Ini oleh-oleh seorang kawan saat mengikuti pelatihan sales di luar negeri)